
Menurut cerita, orang Sumeria memilikli dongeng tentang firdaus— disebut Dilmun– yang hilang (Susan Wise Bauer: 2007). Dalam puisi Sumerian yang sangat kuno yakni Enki dan Ninhusag, (Ninhusag juga disebut Ninhursaga), Dilmun itu digambarkan sebagai sebuah tempat di mana:
Singa tidak membunuh,
Serigala tidak merenggut domba,
Anjing ajak, pelahap anak-anak, tidak dikenal,
Dia yang matanya melukai tidak berkata: “Mataku melukai.”
Dia yang kepalanya pusing tidak berkata: “Kepala pusing.”
Akan tetapi, taman, tempat atau kota impian seperti itu—yang suasananya adem, aman dan tentram, pohon-pohon berdaun hijau rimbun tempat burung-burung bersarang di ranting-rantingnya, buahnya pun bergelantungan, sungai kecil berair bening mengalir menenteramkan dengan ikan-ikan kecil yang hilir mudik—telah tidak ada lagi.
Tidak ada lagi, serigala yang tinggal bersama domba dan macan tutul berbaring di samping kambing. Tidak ada pula anak lembu dan anak singa makan rumput bersama-sama di padang rumput di taman itu, dan seorang anak kecil menggiringnya. Semua sudah tidak ada. Tidak seperti dalam mitos Enki dan Ninhusag.
Mengapa Dilmun, hilang? Dalam salah satu mitos penciptaan menurut lagenda Yunani, yang dikisahkan oleh penyair Hesiod, Dewa Zeus marah luar biasa. Ia murka kepada Prometheus. Karena Prometheus—salah satu Titan yang sangat pandai bahkan penuh tipu daya dan dikenal sebagai dewa api—telah mencuri api; dan memberikannya kepada manusia. Dengan diberi api, manusia mampu untuk hidup mandiri.
Untuk menghukum Prometheus dan manusia, Zeus mengirim Pandora, seorang dewi, untuk menikah dengan saudara lelaki Prometheus, yakni Ephemetheus. Pada hari pernikahannya, Zeus memberikan hadiah kotak kepada Pandora dengan pesan jangan dibuka.
Akan tetapi, mirip seperti kisah jatuhnya Hawa ke dalam dosa karena digoda ular, Pandora tergoda untuk membuka tutup kotak itu, karena rasa ingin tahunya tidak bisa ditahan. Maka dibukalah tutup kota itu. Apa yang terjadi? Begitu kotak dibuka, seketika itu juga segala macam kejahatan keluar dari kotak dan menyebar ke seluruh pelosok bumi.

Sejak saat itu, kejahatan menguasai bumi. Kejahatan ada di dunia. Maka penghuni dunia pun, termasuk manusia, dikuasai oleh kejahatan. Itulah sebabnya, bagaimana orang yang terdidik, orang-orang cerdas, orang-orang berpendidikan juga terlibat dalam tindak kejahatan. Mereka melakukan enteng saja seakan tanpa kesadaran. Bagaimana mungkin, orang-orang terpandang, orang-orang terdidik, tidak mengenali kejahatan sebagai kejahatan.
Bahkan, banyak orang cerdik pandai yang menjadi pereka kejahatan, menjadi auctor intellektualis, berarti menjadi “pencetus ide”, “orang yang untuk pertama kali mengemukakan suatu pikiran atau rencana”, “otak” atau brain di balik suatu peristiwa.
Adanya auctor intellektualis ini menegaskan bahwa kejahatan apa pun bentuknya tidak muncul begitu saja, tanpa ada yang merekayasa. Kejahatan bukan sesuatu yang dengan cara magis menyergap dari luar, menguasai dan mencemarkan manusia—meskipun kejahatan menguasai bumi akibat ulah Pandora.
Memang, setan tetap lah setan. Ia cerdik dan dengan kecerdikannya dapat menguasai manusia. Ia bisa muncul dalam berbagai macam bentuk dan rupa. Yang murah senyum pun bisa jadi di balik senyumnya tersimpan kejahatan, sifat dengki dan iri, pendedam dan culas. Yang jahat juga tidak selalu muncul dalam wajah seperti monster yang amat menyeramkan, melainkan bisa tampil dalam sosok orang yang baik-baik, yang taat pada aturan dan hukum–tentu termasuk taat pada aturan jahat—juga yang berpenampilan saleh.
Maka itu muncul istilah musang berbulu domba. Banyak contoh yang bisa diambil di dunia ini tentang hal seperti itu. Bahkan, di sekitar kita pun banyak musang yang berbulu domba; yang siap menerkam bilamana kesempatan datang.
Mengapa demikian? Manusia, pada dasarnya, memiliki sifat dasar destruktif terhadap manusia lain: menghancurkan, merampas, menganiaya, menikam, membakar, memecah belah, menyiksa, menistakan, mengolok-olok, melecehkan, membasmi, mencemarkan, merobek-robek, mencabik-cabik, memukuli, menggebuki, menusuk, menikam, menghujat, menghina , memfitnah, dan masih banyak lagi, yang pada intinya bertujuan untuk menghancurkan sesama.
Oleh karena itu, Blaise Pascal (1623-1662) filsuf religius Perancis yang juga ahli matematika dan fisika mengatakan, “Manusia adalah monster yang letaknya di luar semua yang bisa dimengerti.”

Karena itu, Natan Hofshi (1889-1980) seorang pecinta damai dari Polandia mengatakan, “Marilah kita memilih jalan yang benar sebelum terlambat. Janganlah mengotori usaha kita yang murni dengan darah. Kita akan terus menjalankan perjuangan kita yang adil tanpa mengenal lelah, tetapi dengan bijaksana, pantang menyerah, tetapi tetap menjaga kemurnian kita; dengan penuh tekad, tetapi tidak agresif; dengan hati mantap dan terus bersemangat, tetapi tidak dengan tindakan-tindakan keji membunuh atau menumpahkan darah.”
Sebab, tindakan apa pun—termasuk memburu kekuasaan–yang dilakukan dalam angkara murka, hanya akan membuahkan kegagalan. Thomas Hobbes menggambarkan mereka itu—yang menggelar angkara murka—sebagai leviathan, yang mendewakan kekuasaan di atas segala-galanya. Karena itu, kekuasaan, direbut dengan menggunakan segala cara dan daya. Hawa nafsu dan angkara murka seperti itulah yang harus diredam oleh mereka yang masih memiliki pikiran waras, hati bersih, dan mencintai negeri ini.
Pada akhirnya, apa yang dikatakan Natan perlu direnungkan, kalau orang masih tetap mengharapkan datangnya “langit yang baru dan bumi yang baru,” tempat di mana tiada lagi tangis, dan derita masa lalu akan dilupakan. Di “langit yang baru dan dunia yang baru itu” masih ada kehidupan. Meskipun, sekarang seperti awan gelap menutupi Matahari, dan Bulan tanpa mampu menerangi malam. Akan tetapi, di mana ada kehidupan, di sana masih ada harapan.***
- Artikel ini sudah ditayangkan di Kompas.id pada hari Jumat (31/5).
Memberi harapan dan kesejukan… juga foto sunrise-nya. Semoga menggerakkan kita semua yg rindu kedamaian. Trims mas Trias
Terima kasih banyak Romo atas perhatiannya…semoga demikian yang terjadi di negeri ini.
Musang pemangsa ayam. Jadi, musang berbulu ayam. Serigal pemangsa domba. Jadi, serigala berbulu domba supaya tidak ketahuan.
BEgitulah yang terjadi…..
salam