
Washington 1862. Dikisahkan, pada masa itu ada pertanyaan besar yang amat mengganggu orang-orang di Washington. Mereka sungguh tidak mampu memahami keputusan Presiden Abraham Lincoln (1809-1865). Sangat sulit menerima keputusan presiden ke-16 itu.
Mengapa Lincoln mengangkat Edwin McMaster Stanton (1814 – 1869) menjadi Menteri Pertahanan? Ketika itu, Perang Saudara (1861-1865) tengah mengancam perpecahan AS.
Stanton menjabat sebagai Menteri Pertahanan antara 1862 – 1867. Ia menjadi tokoh yang sangat penting selama perang. Perang yang pecah pada tanggal 12 April 1861, antara lain disebabkan oleh kebijakan Presiden Lincoln (mulai menjadi presiden AS pada 4 Maret 1861, saat berusia 52 tahun) yang anti perbudakan.
Sudah menjadi rahasia umum di Washington bahwa Stanton, ahli hukum dan politisi kondang sangat membenci Lincoln. Ketidaksukaan Stanton terhadap Lincoln tidak pernah ditutup-tutupi. Tidak ada sedikit pun pada diri Lincoln yang bisa menggerakkan hati Stanton untuk memujinya.
Ada sebuah cerita yang menggambarkan ketidaksukaan dan kebencian Stanton kepada Lincoln. Pada tahun 1855, Stanton sebagai pengacara membela John M Manny, dalam kasus pelanggaran hak paten yang diajukan oleh McCormick Reaper Company. Ketika itu, Abraham Lincoln yang juga sebagai pengacara dilibatkan dalam tim menangani kasus tersebut.
Namun, Stanton sangat tidak suka pelibatan Lincoln itu. Maka, ketika Stanton melihat Lincoln lantas mengatakan kepada temannya dalam nada rasialis, “Mengapa Anda membawa kera bertangan panjang ke sini.”
Meskipun dihina disebut sebagai kera dan dijauhi oleh Stanton juga oleh para pengacara terkemuka lainnya, namun Lincoln tidak kecil hati. Ia tetap datang ke pengadilan, mengikuti jalannya sidang. Lincoln bahkan memuji Stanton dengan mengatakan telah belajar banyak dari kinerja Stanton di pengadilan. Pengalaman itu mengilhaminya untuk menjadi pengacara yang lebih baik.
Tetapi pujian Lincoln itu tidak meruntuhkan sinisme hati Stanton. Ia bahkan menyebut Lincoln sebagai “jerapah” karena berleher panjang. Lincoln ketika itu adalah pemuda kurus, jangkung, tetapi tegap. Pakaiannya selalu tak pernah tampak pas. Lengan bajunya selalu terasa pendek dan celananya selalu menggantung di atas mata kaki. Orang tidak pernah menduga bahwa di kemudian hari lelaki kurus, jangkung, dan brewokan itu menjadi orang besar. Tidak ada yang pernah bisa meramalkan kehendak sejarah.
Meski disebut “jerapah”, Lincoln tidak peduli. Pun pula meski hanya ditugaskan untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam persidangan, melakukan riset hukum bagi timnya, Lincoln juga tidak ambil pusing. Ia tetap bekerja. Ia selalu berprinsip, apa yang ia kerjakan sebagai bagian dari belajar.
Suatu ketika pada tahun 1860, pengacara yang menjadi politikus, dan dipandang sebelah mata oleh Stanton, disebut kera dan jerapah itu, terpilih menjadi presiden. Namun, meskipun Lincoln sudah terpilih sebagai presiden, Stanton tetap kurang menghargainya dan menganggapnya tidak memiliki cukup kepandaian.
Yang tidak pernah diduga, atau sedikitpun dipikirkan oleh Stanton dan banyak orang lainnya adalah bagaimana Lincoln menjawab segala sikap dan tindakan Stanton terhadap dirinya. Lincoln memiliki strategi tentang bagaimana menundukkan musuh. Menurut cerita, Lincoln adalah seorang presiden yang memiliki banyak musuh. Salah satu musuhnya, pada akhirnya menembak Lincoln.
***
Bagaimana Lincoln menundukkan dan menghancurkan musuhnya? Ia merangkul dan menjadikan musuh-musuhnya sebagai teman. Seperti yang dikatakan oleh Sun Tzu, ahli strategi militer dari Tiongkok (544 SM – 496 SM) bertempur dan menaklukkan musuh dalam peperangan bukanlah kehebatan paling tinggi; kehebatan tertinggi terjadi ketika Anda mampu menghentikan musuh tanpa perlawanan.
Ini yang barangkali dalam salah satu ajaran Jawa dirumuskan “menang tanpa ngasorake”. Kata ngasorake artinya merendahkan atau menistakan, atau mempermalukan. Memang, dewasa ini strategi ‘menang tanpa ngasorake’ sudah kurang dikenal lagi dalam pergaulan politik, pergaulan antar- kelompok serta antar-pribadi. Yang terjadi justru sebaliknya, para pihak saling merendahkan dengan kata-kata kasar atau memfitnah dengan tujuan untuk memenangkan suatu kontestasi.
Masyarakat hanya mengetahui satu cara untuk memenangkan sesuatu, yaitu kekerasan (violence) atau penistaan (humiliation). Dapat menistakan orang lain menjadi lebih penting dari pada memenangkannya. Hal sama saja dengan membunuh sebanyak mungkin musuh lebih penting dari pada memenangkan perang.
Jalan menang tanpa ngasorake itulah yang dipilih Lincoln. Ia mengangkat Stanton menjadi menteri pertahanan di zaman Perang Saudara. Sebab, bagi Lincoln meyakini bahwa cinta adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah musuh menjadi teman.
Lincoln sangat percaya bahwa kasih itu sabar; kasih itu murah hati. Kasih tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
Strategi ‘menang tanpa ngasorake’ bukan berarti lantas mengubur dalam-dalam perbedaan yang diperlukan dalam kehidupan demokrasi. Tidak! Sebab, tanpa perbedaan atau tanpa bersedia menerima perbedaan sama saja membiarkan negara dalam genggaman kehidupan tirani, diktatorisme, absolutisme dan sejenisnya.
***
Itulah strategi hebat Lincoln. Dan, Stanton yang demikian membenci dan memandang remeh terhadap dirinya pun berhasil ditundukkan. Dengan mengangkat Stanton menjadi Menteri Pertahanan, Lincoln harus dengan sukarela menelan semua harga dirinya; mengubur dalam-dalam egonya. Ia harus menyingkirkan kepentingan diri dan lebih mengutamakan kepentingan bersama, kepentingan negara dan bangsa yang tengah menghadapi perang.
Kekhawatiran bahwa keputusan tersebut adalah sebuah kesalahan besar – menunjuk seorang musuh untuk menduduki jabatan penting bahkan sangat penting — ternyata tidak terbukti. Yang terjadi justru sebaliknya. Keputusan Lincoln adalah keputusan terbaik untuk menyelamatkan negara. Lincoln sangat mempercayai menteri pertahanannya itu.
Ketika rekan-rekannya bertanya pada Lincoln, mengapa ia memilih Stanton, tokoh yang sangat membencinya? “Karena ia adalah orang terbaik untuk pekerjaan itu,” jawab Lincoln.
Jawaban Lincoln itu tidak menghentikan orang bertanya. Bagaimana mungkin Lincoln bisa cocok dengan Stanton yang dikenal sebagai orang yang kasar, meledak-ledak, dogmatis, dan keras kepala. Bahkan, sejarawan James G Randall menulis, “Stanton tidak stabil, sombong dan keras kepala.” Banyak orang yang tidak bisa bergaul dengan Menteri Pertahanan Stanton yang dianggap bersekutu dengan kaum radikal. Tetapi, Presiden Lincoln bisa. Kendatipun kadang-kadang mereka berselisih.
Bahkan, ketika Stanton pada tahun 1865 mengajukan diri untuk meletakkan jabatan sebagai Menteri Pertahanan, Lincoln menolaknya. “Stanton, Anda tidak boleh meninggalkan kabinet. Rekonstruksi lebih sulit dan berbahaya dibandingkan pembangunan atau penghancuran. Anda telah menjadi tumpuan kami. Anda harus membantu kami melalui babak final ini. Anda lebih memahami dibandingkan orang-orang lain,” kata Lincoln ketika itu menurut Frank Abial Flower yang menulis buku Edwin McMasters Stanton: The Autocrat of Rebellion, Emancipation, and Reconstruction.
Banyak yang mengatakan, sungguh sulit memahami Lincoln dan Stanton. Dua tokoh itu, pada dasarnya, sangat berbeda. Lincoln adalah orang yang memiliki visi luas, jauh ke depan, watak manusiawinya sangat kuat, manusia yang benar-benar memiliki hati, tetapi sangat sederhana dalam mengekspresikan diri. Presiden AS ini juga dicatat sebagai tokoh yang bisa fleksibel, meski tidak terlalu pandai dalam hal-hal khusus.
Akan tetapi, keunggulan Lincoln yang paling menonjol dibanding orang lain adalah mampu mengabaikan penghinaan, cercaan, ejekan, dan sinisme terhadap dirinya. Yang penting bagi Lincoln, selama semua itu tidak mengganggu atau menghalanginya mencapai tujuan— misalnya, menghapus perbudakan dan kembali mempersatukan negerinya — tidak menjadi masalah.
Sebaliknya, Stanton walaupun pintar dan mampu melakukan banyak hal, tetapi kejam, kasar, sombong, dan cepat tersinggung serta marah. Namun, keduanya bisa bekerja sama dalam sebuah tim. Apalagi, Stanton orang yang sungguh bertanggung jawab dan mendahulukan kepentingan negara dan bangsa ketimbang kepentingan diri dan ambisi pribadi.
“Tak pernah sekali pun saya berusaha untuk dikenang dunia. Hidupku ini kubaktikan pada peristiwa-peristiwa di sekitar, bagi generasi dan zamanku, semata-mata agar diriku terjalin dengan sesuatu yang penting bagi sesamaku,” demikian kata Lincoln suatu ketika. ***
-rasanya A. Lincoln itu seperti Jokowi. …
Dialah yang mengakhiri perang saudara di AS….
Abraham Lincoln benar-benar seorang pemimpin yg berjiwa besar dan -yg jauh lebih penting- penuh kasih.
Benar…..