Minggu (28/3) ketika jantung kehidupan Makassar sudah mulai berdenyut, ketika warga mulai beraktifitas, ketika umat Katolik sedang beribadah merayakan Minggu Palma, mengawali Pekan Suci, sebuah bom bunuh diri meledak.
Bom meledak di pintu gerbang samping, dekat pos satpam, kompleks Gereja Katedral Hati Kudus Yesus, Makassar. Ledakan terjadi pukul 10.26 WITA. Pelaku bom bunuh diri tewas. Beberapa orang terluka.
Tindakan itu, telah mengoyak persaudaraan kemanusiaan bangsa. “Apapun motifnya, aksi ini tidak dibenarkan agama karena dampaknya tidak hanya pada diri sendiri juga sangat merugikan orang lain,” ujar Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Apa pun alasan yang mendorong mereka melakukan tindakan itu, adalah mereka mau menjadikan dirinya sebagai senjata. Pilihan ini adalah langkah pertama untuk memasuki wilayah kematian.
Serangan bunuh diri adalah metode operasional di mana tindakan serangan sangat tergantung setelah kematian pelaku.Di sinilah unsur kemanusiaan ditiadakan, ditinggalkan.
Dengan kata lain, mereka para pelaku penyerangan (bom) bunuh diri tidak mempertimbangkan aspek-aspek kemanusiaan, nilai-nilai kemanusiaan mereka robek-robek, injak-injak.
Mereka tutup mata. Yang penting, dia mati dan orang lain juga mati demi tercapainya tujuan. Karena itu, pilihan ini merupakan langkah pertama memasuki domain kematian.
Dengan melakukan tindakan itu, “mereka meninggalkan kehidupannya dan menjadi bagian dari gudang senjata yang tersedia untuk operasi masa depan yang dirancang dan direncanakan oleh para pemimpin mereka. Bentuk kedua reifikasi adalah target manusia. Musuhnya diperlakukan sebagai sesuatu (thing), hama, tanpa jenis kelamin (tak peduli lagi laki atau perempuan), tak peduli tua atau muda. (François Géré: 2007).
Bahwa terorisme bunuh diri muncul di negeri ini, Indonesia, sebenarnya, “aneh.” Sebab, lingkungan yang memungkinkan munculnya terorisme bunuh diri, menurut Leonard Weinberg dan Ami Pedahzur dalam Suicide Terrorism (2010), adalah masyarakat yang terbelah dan terpolarisasi menurut garis etnis dan agama.
Kalau mengacu pada pendapat Leonard Weinberg dan Ami Pedahzur, maka kecil kemungkinan terorisme bunuh diri muncul di Indonesia. Sebab, masyarakat Indonesia—sekalipun kadang terjadi konflik bernuansa etnis, sektarian—namun secara umum tidak terpeceh-pecah, tidak terbelah dan tidak terpolarisasi seturut garis etnis dan agama. Misalnya, seperti Irak atau Lebanon.
Akan tetapi, mengapa terorisme bunuh diri terjadi di Indonesia? Sejumlah bom bunuh diri terjadi di Indonesia: Bom Bali I (2002) dan II (2005), Bom JW Marriot (2003), Bom Kedubes Australia (2004), Bom Masjid Az-Dzikra Cirebon (2011), Bom Sarinah (2016), Bom Mapolresta Solo (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017). Aksi-aksi bom bunuh diri tersebut dilakukan oleh pelaku pria baik sendiri maupun berkelompok.
Yang lebih perlu mendapat perhatian adalah muncul pola baru di negeri ini. Yakni yang dilakukan oleh satu keluarga.
Apa yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu adalah sebuah fenomena baru: serangan bom bunuh diri dilakukan oleh sebuah keluarga. Pola Surabaya itu ditiru—meski belum terlaksana oleh pelaku bom bunuh diri di Medan; istri berencana menyerang Bali.
Ini membuktikan bahwa teroris mampu meradikalisasi seluruh anggota keluarga. Sungguh sangat membahayakan. Terorisme masuk keluarga.
Pelibatan perempuan dalam aksi teror dilakukan karena perempuan cenderung tidak dicurigai ataupun diperiksa secara teliti oleh aparat ketika memasuki sasaran. Sementara, pelibatan anak-anak merupakan suatu cara untuk memanipulasi karena orangtua yang membawa anak lebih jarang diperiksa oleh aparat keamanan.
Sebagai sebuah taktik teror, serangan bom bunuh diri merupakan salah satu serangan yang paling mematikan dan mengerikan. Secara strategis serangan bom bunuh diri merupakan cara yang relatif murah dan efektif untuk mengacaukan situasi politik, ekonomi dan militer suatu wilayah dan telah menjadi salah satu ancaman utama bagi upaya pemeliharaan perdamaian dan perdamaian.
Dan, kalau serangan berhasil, maka sulit dilacak. Sebab, pelaku tewas dalam serangan itu dan tidak seperti dalam aksi teror lainnya tidak memerlukan sumber daya atau risiko yang didedikasikan untuk rencana pelarian, dan begitu terbunuh ia tidak dapat ditangkap dan diinterogasi kemudian mengungkapkan siapa yang mengirimnya.
Karena itu, terorisme bunuh diri sungguh sangat membahayakan; membahayakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa; dan kemanusiaan.
Kini menjadi tugas aparat untuk mengungkap tuntas aktor-aktor yang terlibat dalam aksi keji ini. Kepolisian juga perlu meningkatkan keamanan di tempat-tempat ibadah sehingga masyarakat bisa semakin tenang dan khusyuk dalam beribadah. Dan, persaudaraan bangsa ini tak mampu dipecah-belah oleh kekuatan kegelapan. ***
salam prihatin untuk kejadian yang merobek persatuan dan kesatuan.. ??
Barangkali perlu kajian serius ya, pemetaan latar belakang para pelaku bom bunuh diri dari aspek pendidikan, ekonomi, religiusitas, kohesivitas sosial, dll. Apakah benar bahwa para pelaku hanya dari kalangan berpendidikan rendah, apakah benar para pelaku dari kelas ekonomi rendah, apakah benar para pelaku akibat brainwash dalam memahami agamanya, dst. Penemuan akar masalah tersebut bisa menjadi pintu masuk pengambil kebijakan mengatasi bom bunuh diri ke depan supaya tidak terulang lagi. Maaf ini hanya renungan an orang kurang kerjaan.
Mas Barsono, sudah banyak kajian serius…yang antara lain menyatakan bahwa banyak di antara mereka berpendidikan tinggi…atau sekurang-kurangnya, berpendidikan. Ada banyak sebab, mereka melakukan itu….tapi, tidak ada salahnya kalau pemerintah tetap melakukan kajian serius…perlu juga penanganan selain dengan force juga (mungkin) secara kemanusiaan…..ah, ini juga ngayawara….nuwun
Sungguh….benar-benar memrihatinkan
Menarik bhw ihwal reefikasi yg disuarakan George Lucas mencuat di kasus bunuh diri. Trims, MasTrias biasanya saya msh menggunakan utk makna kerja yg reguler. Ternyata merambah di sektor kerja super ekstrem juga.
Sama-sama, terima kasih banyak..telah meluangkan waktu untuk membaca…salam
Minggu palma yg Suci telah di nodai aksi brutal dan absurd, polisi harus bekerja keras ….mencari kelompok kolempok radikal semacam ini yg mewabah
.
……..makasih tulisan kupasannya Mas Trias
Bagi mereka…yang mereka lakukan bukan absurd dan brutal…itu panggilan…tetapi bagi manusia waras dan memiliki hati, memang yang mereka lakukan absurd dan brutal….
terima kasih
Semoga kedewasaan iman mengalahkan kegelisahan anak bangsa. Salam persatuan
Brainwashed dan mabok agama…sehingga tidak bisa berpikir jernih. Pemimpin yang memperalat bawahannya ini yang perlu diberantas.
Perekrutan anak anak sudah dirintis para pembajak pesawat Woyla dengan menyuruh anak memakai seragam pramuka dan menyelundupkan senjata untuk mengelabui petugas. Semoga orang biadab semacam ini bisa dienyahkan dari bumi pertiwi. Tetap kita dukung Densus 88 dan BNPT.
Jadi, memang semestinya bukan “diberantas sampai ke akar-akarnya.” Yang harus dilakukan “berantas pohonnya”, bukan sekadar “akar-akarnya”…yang hidupnya tergantung pohon….
Amin…semoga demikian
Walaupun motivasi teroris itu sangat mulia, yakni masuk surga, tetapi hal itu dilakukan dengan memperalat manusia yang adalah ciptaan Allah, maka tidak pernah bisa dibenarkan.
Manusia tidak pernah boleh diperlakukan sebagai alat, tetapi harus menjadi subyek untuk diri sendiri.
Terkutuklah teroris yang mengatasnamakan agama demi kebutuhan egoisme diri yang tak pernah bisa dibenarkan.
Teroris itu hanyalah seorang yg egos, yang memikirkan hanya diri sendiri.
Inggih Romo…sepakat…mereka orang-orang egois, yang memikirkan dirinya sendiri…menganggap jalan yang dipilih sebagai yang paling benar…sementara yang lain salah, Yang lebih tak bisa dipahami adalah yang nyuruh…
Sungguh memprihatinkan. Terkutuklah yg menyuruh. Bom Gereja saat Paskah bukan hanya melecehkan kemanusiaan tapi juga Kerahiman Allah.
Ya, Kang…di masa lain pun, demikian…apa haknya, mengakhiri hidup diri sendiri dan orang lain?
Yang menyuruh…apakah berani melakukan sendiri?
Apapun alasannya, mau masuk surga kek, teroris tetap saja biadab.
Sepakat, Mas Dubes…..
Kesediaan utk mati atas perintah orang lain demi tujuan yg absurd adlh kepicikan absolut. Sementara pemberi perintah adlh manusia bengis namun pengecut.
Memang absurd, Pakde….tetapi, bagi mereka “itulah jalan yang paling baik.”
Bagaimana, Pakde…aneh kan….bin ajaib…hehehehe
Tulisan bagus mas Trias. Mencerahkan analisanya, meski saya melihatnya berbeda.
Apa kah semua ini kebetulan terjadi di NKRI? Setelah Covid19, ada banjir, gempa, ada longsor, ada gunung aktif mau meleduk diberbagai tempat di RI, disambung KKB di Papua, ada GAM di Aceh sdh lebih aktif, sekarang isu radikalisme diangkat. NKRI digoyang terus setelah Biden jadi Presiden AS.
Apakah benar, kalau partai Demokrat di AS berkuasa, selalu didomplengi kelompok globalis. Sepertinya, begitu terus cerita Indonesia ketika partai Demokrat Amerika berkuasa. Pak Biden siy baik, tp globalis di belakangnya yang ganas. Di zaman Presiden Trump, musuhnya cuma China doang sama ngr2 korban kebijakan Fiskal Trade, krn azas America First.
Semoga pemerintah RI, seluruh aparat dan rakyat kuat dan tabah menjalani, lebih kerja keras, lebih berani dan tegas, dan lebih kuat berdoa. Besok entah isu mana lagi yang mau diledakkan. Semoga Tuhan selalu menjaga dan melindungi NKRI dan rakyatnya.
Kita bermohon pada Tuhan agar perayaan Jumat Agung dan Paskah tidak perlu diramaikan dengan korban2 bom bunuh diri teroris begini di Indonesia, atau di negara manapun.
Amin….mari kita berdoa bersama untuk bangsa dan negara….
terima kasih
Ini yg namanya Manusia adalah serigala bagi sesamanya.
Khusus manusia pembawa bom bunuh diri,pasti dia mengatakan Akulah Serigala.
Benar…homo homini lupus est….terima kasih banyak Pak John
Sembah Nuwun homilinupun…
Hahahaha…homili…..samai-sama Panembahan…matur nuwun
Inilah akibat mabok agama… Merasa menjadi martir (dan merasa otomatis masuk surga) dengan mencelakai orang lain.. Sungguh biadab pemimpin yg mengajarkan terror kematian
Tapi, mereka menyatakan tidak mabuk agama…justru melaksanakan agama secara benar (tentu versi mereka)..
Ternyata para founding fathers kita sudah antisipasi. Sila ke 2 Pancasila Kemanusiaan yang adil dan BERADAP. Ternyata ada yang berKetuhanan tetapi tidak beradab. Ngeri.
Iya, Pakde….banyak beragama tetapi tidak beriman…..